17 November 2008

Pintu terlarang


Ni dia nih film terbarunya Joko Anwar setelah Janji Joni dan Kala. Oke ga tuh dua poster di atas? Banyak pengaruh novel grafis Amerika ala Frank Miller. Iya ga? Ni saya kasih liat cuplikannya....



Pasti pada penasaran kan mau nonton? Ayo kita nonton film2nya Joko Anwar. Jangan kaya film Kala yang kabarnya cuman ditonton 70.000 orang dan produsernya rugi besar2an. Dia calon sutradara besar masa depan Indonesia nih. Kalo kita nonton filmnya dia, yang emang berbeda dari pakem film2 Indonesia kebanyakan, anggap aja buat bantu dia ngumpulin modal buat film2 dia selanjutnya.

02 November 2008

Dalam gelap dini hari

"Ketika kita tahu hidup begitu sejenak, kita pun akan bertanya adakah segalanya juga fana—dan tidakkah pengertian tentang ”fana” hanya bisa dimengerti jika ada yang ”bukan-fana”, jika disandingkan dengan yang abadi? Meskipun yang abadi tak pernah kita alami?

Dalam gelap dini hari, jika yang abadi bisa terasa hadir, mungkin karena ada hubungan antara keabadian dan kuasa, dan ada hubungan kuasa dengan misteri. Ia tak pernah bisa ditebak. Ia semacam peringatan akan apa yang kurang pada kita—yang menyebabkan kita selamanya terbelah, antara kini yang rapuh dan kelak yang tak jelas, antara kini yang hadir dan kelak yang kita tak pernah tahu."


'In the Wee Small Hours' - Goenawan Mohamad

30 Oktober 2008

Eropa dalam layar (bag. 2)

Hari ini saya ke kampus. Kuliah cuman satu, dosennya ga dateng. Sampe kampus cuman ngobrol ngalor ngidul ngetan ngulon. Tadi saya mo beli majalah RollingStone yang edisi khusus di kios majalah yang deket es pocong. Di situ harga majalah lebih murah 2000-4000. Kirain saya RollingStone harganya kayak biasa 35000. Pas udah ngambil, saya liat harganya. Taunya 55000. Jauh bngt bedanya. Terpaksa saya menunda niat saya.

Kemaren siang saya nonton Elegy sendirian di Blitz GI. Saya liat di Kompas kalo hari rabu Elegy harga tiketnya 20000. Jadi, lebih murah drpd nomat hari senin yg tiketnya 25000. Di dalem bioskop yang nonton cuman enam orang termasuk saya.

Elegy ceritanya tentang David Keppesh, seorang profesor yang jg kritikus seni dan sastra di TV, radio, dan koran. Dia hidup sendirian, gonta-ganti pacar, dan anti sama komitmen. Walopun dia punya pasangan tetap yang seumuran ama dia, Carolyn, yang dateng cuman buat berhubungan badan. David kepincut sama salah satu mahasiswinya, Consuela Castillo, yang kecantikannya sungguh seperti sebuah mahakarya seni. Tapi, David tau aturan main. Consuela mulai dideketin waktu dia udah lulus kelasnya David. Jadilah hubungan beda umur 30 tahun ini berjalan. Dari cuman kencan nonton pentas teater sampe akhirnya kencan di atas ranjang. Teman David, George, udah ngasih peringatan sama David, "Beautiful women are invisible; we're so dazzled by the outside that we never make it inside." Sampai akhirnya cerita cinta ini berakhir tragis.

Ben Kingsley yang meraih piala Oscar di film Gandhi bermain baik sebagai Prof. David Keppesh yang posesif sekaligus anti komitmen di film ini. Sepanjang film kita disuguhi musik2 klasik untuk mengiringi kita melihat kisah cinta tidak pada tempatnya ini. Dan di akhir film kita diberi kejutan dengan apa yang terjadi dengan Consuela.

Selesai nonton Elegy jam setengah lima, terus langsung pulang. Jam 6 lewat 15 menit saya berangkat lagi ke Erasmus Huis di Kuningan bareng Febri dan seorang temannya buat nonton film yang judulnya Paris jam 19.30. Setelah berkutat dengan kemacetan Jakarta di jam pulang kantor dan harap2 cemas takut keabisan tiket, akhirnya nyampe juga di Erasmus Huis dan Alhamdulillah masih kebagian tiket. Di dalam teater, saya kebagian tempat duduk yang sungguh tidak enak sekali. Penglihatan saya ke layar teater kehalangan sama seorang berpostur tinggi dan juga berbadan besar yang duduk dua baris di depan saya. Sungguh2 mengganggu. Terpaksa saya harus menggerakkan kepala saya ke kanan kiri untuk liat teks terjemahan.

Film Paris nyeritain macam2 cerita tentang kehidupan di kota Paris. Ada penari teater yang kena penyakit jantung dan divonis akan mati ga lama lagi. Dia harus tetap tinggal di apartemennya, jadi kakaknya pindah ke apartemennya sama anak2nya buat ngurusin. Kakaknya ini tertarik sama seorang pedagang di pasar yang biasa dia datengin. Terus ada cerita seorang profesor sejarah yang suka ama mahasiswinya. Si profesor pun dapet nomor telpon si mahasisiwi dari membaca gerak bibir si mahasiswi waktu si mahasiswi memberitahu nomornya sama temannya. Si profesor ngirimin SMS kata2 romantis terus menerus ke si mahasiswi. Si mahasiswi tdk tau siapa yang ngirim SMS terus ke HPnya. Sampe akhirnya si profesor kepergok sama si mahasiswi. Dan masih ada beberapa cerita lainnya yang satu sama lain berhubungan membentuk bagian2 kehidupan kota Paris yang belom pernah kita lihat sebelumnya.

Film Paris bener2 film yang menakjubkan. Seru banget ngeliat cerita2 keseharian warga kota Paris di film ini. Selama ini kan kita taunya Paris itu kota yang indah, glamor, penuh cinta, kiblat fashion dunia, menara Eiffel, dll. Di film ini kita bisa liat kehidupan Paris yang lebih membumi dan manusiawi dari fragmen2 ceritanya. Drama di film ini ceritanya mengalir begitu saja dan bisa diikuti tanpa bosan. Dan, seperti film2 Prancis biasanya, selalu ada humor khas film Prancis di film ini yang berhamburan sepanjang film dan diselipkan dengan pas di sela2 cerita. Juga tidak lupa pula, pemandangan Paris dari atas gedung dan tempat2 indah di Paris ada dalam film ini. Saya sangat merekomendasikan film ini untuk ditonton.

Kalo penasaran ni saya kasih liat cuplikannya



Yah, itulah film2 yang yang saya totnton kemaren. Saya hanya nonton tiga film di Europe on Screen tahun ini. Setidaknya lebih baik daripada tahun laulu yang cuman satu film. Untuk yang akan datang, saya sangat menanti JIFFest 2008 di akhir tahun.

Udah dulu ah. Sampai ketemu lagi

27 Oktober 2008

Eropa dalam layar

Seminggu ini saya telah menjalani sebagian UTS saya dengan tidak semangat. Saya tidak terlalu mempelajari materi ujian. Hasilnya adalah sebagian besar jawaban UTS saya isi dengan menyalin kembali soal yang diberikan dengan dibumbui sedikit jawaban ngawur. Dan pasti hasilnya bakalan ngawur juga, jadi saya memutuskan buat ngga liat nilainya pas diumumin.

Cukup tentang UTS, mari ngomongin film. Dua hari terakhir saya nonton dua film dalam acara Europe on Screen atau biasa disebut Festival Film Eropa. Yang pertama film Turki judulnya Mutluluk (dalam bhs Inggris judulnya Happiness) dan yang kedua film Inggris judulnya Control.

Saya nonton Mutluluk hari sabtu malam di Erasmus Huis bareng dua orang kawan sekolah saya, Febri dan Zetara. Jadwal film jam 19.30.

Mutluluk bercerita tentang seorang perempuan muda bernama Meryem yang dikurung di gudang di sebuah rumah di sebuah desa terpencil di pelosok Turki karena dituduh udah dinodai kesuciannya sama orang lain. Budaya masyarakat desa yang masih tradisional menuntut dia untuk bunuh diri sendiri karena telah berzina. Tapi dia menolak utk bunuh diri sendiri. Maka dibuatlah skenario oleh sepupu ayah Meryem, Ali Riza, untuk membawa Meryem ke Istanbul ditemani Cemal, anak Ali Riza yang baru pulang dari tugas militer. Tujuan Cemal membawa Meryem ke Istanbul adalah untuk membunuh Meryem di kota atas perintah bapaknya walaupun dia ga setuju. Di Istanbul, seorang profesor bernama Irfan memutuskan untuk meninggalkan kehidupan sehari2nya dan hidup di atas kapal layar untuk menemukan dirinya kembali setelah dia lelah dengan kehidupan di kota. Sampai akhirnya Prof. Irfan bertemu dengan Cemal dan Meryem, dan memutuskan untuk menjadikan mereka pembantu di kapalnya.

Di awal film saya sempat mengira film ini bakalan ga menarik ngebosenin. Tapi setelah lama2 cerita berkembang, saya mulai menikmati jalan cerita film ini. Kita bisa liat benturan budaya yang terjadi antara Cemal dan Meryem yang orang desa dengan Prof. Irfan yang orang kota. Film ini juga memperlihatkan lokasi2 berpemandangan indah di Turki. Saya paling suka adegan di bawah jembatan layang ketika Cemal menyuruh Meryem untuk bunuh diri dan lompat dari jembatan, tapi ternyata Cemal mencegahnya. Ada banyak bagian lucu dalam film ini walaupun keseluruhan film ini terkesan emosional dan dalam.

Hari minggu malam saya nonton Control di Goethe Haus pada jam sama kaya Mutluluk. Nontonnya lagi2 bareng Febri dan Zetara. Control adalah film biografi Ian Curtis, vokalis band lawas asal Inggris, Joy Division.

Sebelum Ian membentuk Joy Division, dia kerja di ‘Department of Unemployment’ yang tugasnya nyariin pekerjaan buat orang2 pengangguran. Ian mempunyai penyakit epilepsi yang membuat dia harus minum berbagai macam obat2an. Hal ini membuat dia selalu gelisah ketika di atas panggung dan berhadapan dengan penonton dan penggemarnya. Dia bilang, “I have no control anymore, I don’t know what to do”. Hubungan dengan istrinya, Deborah, mengalami pasang surut karena Deborah tau Ian punya selingkuhan seorang wartawan, Annik Honore. Ian selalu membawa Annik selama dia manggung. Suatu kali, Ian berkata pada Annik tentang perkawinannya dengan Deborah, “Our marriage was a mistake”. Ian Curtis akhirnya meninggal bunuh diri di rumahnya waktu umur 23 tahun.

Film hitam putih ini disutradarai Anton Corbijn, seorang wartawan dan fotografer yang namanya sering saya liat di majalah RollingStone. Ian Curtis diperankan Sam Riley dengan ciamik. Dia bisa memberi ekspresi murung dan gelisah yang meyakinkan sepanjang film. Adegan2 di film ini didominasi oleh pergerakan kamera yang statis sehingga mendukung kesan murung dan kebingungan dari Ian Curtis. Sam Riley dan para pemeran personel Joy Division lain benar2 menyanyikan dan membawakan sendiri lagu2 Joy Divison di film ini seperti ‘Love will tear us apart’, 'She’s lost control’, dan ‘Transmissions’.

Yah, itulah dua film yang udah saya tonton di Europe on Screen. Kalo yang laen pada mo nonton juga, tinggal dateng aja ke tempat2 penyelenggaraannya sampai terakhir tanggal 31 Oktober. Semua film gratis kok, tinggal dateng, isi daftar penonton terus ambil deh tiketnya.

Rencananya ada satu film lagi yang mau saya tonton hari Rabu, judulnya Paris diputernya di Erasmus Huis jam 19.30.