28 September 2008

Cemerlang dan rupawan

Alamak, akhir2 ini saya lagi gandrung sama seorang lawan jenis. Perempuan yang satu ini sungguh2 cemerlang dan rupawan, tapi ga bersayap (ngikutin lirik lagu Dewi Lestari yang baru). Mau tahu siapa? Nih saya kasih liat fotonya



Gimana? Gimana? Cantik kan?

Sok pasti dong

Tau ga siapa namanya? Namanya Blake Lively. Tau ga dia siapa? Dia tuh yang main serial Gossip Girl yang lagi terkenal sekarang. Dia juga main di film Sisterhood of the Travelling Pants. Dia lahir 25 Agustus 1987 di Calfornia. Beda dua taun doang sama saya. Saya pertama ngeliat dia di iklan majalah Cosmopolitan di Kompas, dan dia terlihat cantik walaupun gambarnya hitam putih (ngikutin dialog film Juno).

Tau ga kenapa saya suka banget sama si Blake Lively ini? Dia mau pake baju dan busana apa aja tetep aja keliatan cantik dan menawan. Terus juga, senyumnya itu lo, amboi..., manis banget. Liat nih....



Setuju ga?

Harus setuju.

Ingin rasanya ketemu dia trus kencan seharian jalan2 berduaan. Mudah2an suatu saat nanti saya bisa sempat ketemu dia (terlalu tinggi mimpinya, tapi kalo kata Andrea Hirata, "Bermimpilah, karena Tuhan akan memeluk mimpi-mimpimu"). Tapi sayang dia udah punya pacar. Namanya Penn Badgley, temen mainnya di Gossip Girl.



Tapi ga papa. Saya mah orangnya optimis. Kalo nanti saya ketemu Blake Lively, saya bakal bilang begini:

"Just dump your boyfriend and go out with me, I swear I'd treat you like a queen"
(The Ataris, San Dimas High School Football Rules)

Kalo dia ga ngacuhin saya, saya akan bilang:

"The more you ignore me, the closer I get. You're wasting your time" (Morrissey, The More You Ignore Me, the Closer I Get)

Terus kalo si Penn Badgley itu dateng, saya akan ngomong:

"Get your hands off the girl, can't you see that she belongs to me?" (Weezer, Perfect Situation)

27 September 2008

Ngabuburit sendokiran


Hari ini, setelah bangun tidur jam stengah 11 , saya ga ada kerjaan, maklum udah masuk masa libur. Sebenarnya sih banyak tugas kuliah, tapi males bngt ngerjainnya. Kayanya msh banyak hal lain yang lebih menarik utk mengisi liburan drpd ngerjain tugas. Tadinya sih saya bersama keluarga rencananya mau ntn film Laskar Pelangi sekalian buka di luar, tapi akhirnya diundur jd hari senen karena takut msh rame dan ga dpt tempat duduk.

Setekah mikir2 bentar, akhirnya saya memutuskan utk pergi ke Gramedia Matraman. Tujuan utama saya mau nyari tempat pensil baru, karena tempat pensil saya yg lama udah rusak. sekalian juga liat2 buku dan nungguin buka puasa. Sebenarnya ada Gramedia yang lebih dekat dari rmh saya drpd Gramedia Matraman yg lumayan jauh, tapi kan saya nyari suasananya.

Jam stengah 2 berangkat lah saya dari rumah naik mikrolet favorit saya, M11. Turun di Slipi, langsung nyambung naik bis PPD 213. Selama perjalanan, jalan2 di Jakarta sepi dan lengang. Mungkin udah pada mudik kali orang2.

Ada empat pengamen yang menemani perjalanan saya secara bergantian selama di bis. Inilah urutan dan rinciannya:
1. Seorang bapak2 setengah baya bermain suling tanpa bernyanyi
2. Seorang nenek2 ompong berjilbab, kurus kering, ngamen pake speaker dan mikrofon yang dia jinjing tanpa diiringi musik apa pun, kayanya sih dia nyanyiin lagu2 tua, jd saya ga tau dia nyanyi apa.
3. Tiga orang remaja yang nyanyi lagu Dmasiv dan Seventeen dgn formasi lengkap ala pengamen yaitu dua buah gitar dan sebuah drum "seadanya" ala pengamen.
4. Dua orang remaja, tapi saya lupa nyanyiin lagu yang di bawain.

Di perjalanan saya juga melihat bioskop 21 Megaria ternyata udah berubah namanya jadi Metropole XXI. Sebenernya Metropole itu nama asli bioskop Megaria jaman dulu, tapi yang menarik di belakangnya udah ada label XXI. Berarti ni bioskop udah berubah jd lebih luks drpd yg dulu yg terlihat sngt butut dan suram. Gedungnya pun terlihat baru di cat ulang jadi terlihat lebih baru dan di depannya ada "XXI Garden Cafe". Saya sempat panik dulu waktu kabarnya gedung bioskop megaria ini udah dijual dan mau dirubuhkan buat dijadiin pusat perbelanjaan ato apalah. Padahal kan gedungnya itu gedung tua dari jaman Belanda berarsitektur art deco yang sayang banget kalo dirubuhin. Di depan bioskop itu saya juga melihat iklan kampanye Sutiyoso buat jadi presiden yang lumayan gede. Selain itu saya juga liat ternyata RSCM sedang direnovasi besar2an. Gedung yang dulu pernah jd tmpat kakek saya dirawat, sekarang udah kosong melompong kalau dilihat dari luar, tapi ga sampe dirubuhin.

Sampe di Gramedia, saya langsung meluncur ke bagian majalah di lantai dua. Lumayan lama saya di bagian ini. Pertama saya buka2 majalah film First. Saya lanjut baca Tempo, artikel ttg dua orang ustadz baru yang di setiap majelisnya selalu rame diikuti orang sampe membludak, trus resensi film baru Hanung Bramantyo yang blom rilis, Doa yang Mengancam, sama wawancara KH Sahal Mahfudh yang ngomongin ttg Gus Dur yg udah banyak dimanfaatin oleh orang di sekelilingnya dan masalah tragedi pembagian zakat di Pasuruan. Terakhir saya baca U-Mag yang ngebahas tentang kalangan sosialita di Jakarta. Yang menarik dari artikel itu ternyata ada 2 macam sosialita, yaitu sosialita tulen yang emang dari dulu udah bergaul lama sesama kalangannya, dan socialite wanna-be atau disebut jg social climber yg jd sosialita buat keren2an doang.

Setelah selesai buka2 majalah, saya bergerak ke bagian lain liat2 buku. Ternyata buku Laskar Pelangi udah ada edisi barunya yg covernya memakai gambar poster filmnya. Trus saya naik ke lantai tiga. Saya ke bagian novel sejarah dan melihat novel Gajah Mada yang ke3, 4, dan 5. Harganya udah naik jadi di atas 90 ribu semua. Banyak bngt ya naiknya. Padahal saya berencana mau beli tiga2nya abis lebaran utk melengkapi koleksi saya yg baru punya yang pertama ama yg kedua. Terus saya pindah ke bagian buku sosial politik. Saya melihat buku yang sudah lama saya cari, 'Kebenaran yang Hilang' karangan Farag Fouda. Buku ini isinya ttng sejarah kelam jaman kekhalifahan yang ga pernah diceritain selama ini. Karena isi bukunya kontroversial, si Farag Fouda itu mokat dibunuh ama seorang fundamentalis. Saya jadi mikir, apa FPI ga ngamuk yah buku yang kaya begini diterbitin di Indonesia? Harganya 53 ribu jadi saya ga beli. Lha wong saya cuma punya uang 50 ribu, itu jg harus beli tempat pensil baru. Tar aja deh belinya pake uang lebaran.

Keadaan Gramedia waktu itu ga rame2 amat kaya biasanya tp juga ga sepi2 amat. Seperti biasa selalu ada banyak perempuan2 rupawan di Gramedia yg satu ini. Saya sih liat2 aja ke mereka sambil pura2 buka2 buku.

Setelah selesai liat2 buku, saya langsung ke lantai satu buat beli tempat pensil. Setelah muter2 nyari di mana bagian tempat pensil, akhirnya saya beli tempat pensil kaleng bergambar karakter kartun favorit saya waktu kecil, Snoopy, dengan harga 25 ribu. Saya jg beli tip ex baru karena tipex saya hilang di kampus.

Saya pulang naik bis yang sama dan mikrolet yang sama. Sampe di rumah pas jam 6 jd saya bisa langsung buka deh.

Perjalanan yang cukup menyenangkan walopun cuman sendirian.

Udah dulu ah.


Out-With


Kalo ngomongin buku, akhir2 ini buku yang lagi ramai digandrungi khalayak banyak mungkin adalah "Twilight" dan dan seri2 selanjutnya. Saya bisa bilang ini karena sering melihat buku ini banyak dibahas di blog2 orang, melihat beberapa orang di bis dan mikrolet yang sedang membaca buku itu, dan yang paling jelas adalah di toko2 buku di seantero ibukota, buku ini masuk dalam daftar penjualan terlaris. Selain itu, Twilight juga akan dibuat filmnya, sehingga membuat banyak orang semakin penasaran seperti apa buku ini.


Tapi saya tidak akan membahas buku itu di tulisan ini. Saya punya buku yang ceritanya lebih menarik daripada sekadar cerita cinta2an antara vampir dan manusia. Buku yang akan saya bahas di sini berjudul "The Boy in the Striped Pyjamas", yang diterjemahkan ke bahasa Indonesia dengan judul "Anak Laki-laki Berpiama Garis-garis." (selanjutnya akan disebut The Boy).


Setelah tadi sahur, saya baru saja menyelesaikan membaca buku ini. The Boy bercerita tentang seorang anak berumur 9 tahun bernama Bruno yang tinggal di rumah yang besar (berlantai lima) di Berlin, Jerman. Satu hari dia harus pindah rumah karena ayahnya mendapat promosi jabatan dari the Fury dan dipindahtugaskan ke daerah terpencil. Di rumah barunya, ia merasa sangat tidak betah karena rumah barunya itu lebih kecil dari rumahnya di Berlin, jauh dari mana2, dan tidak ada orang yang bisa dijadikan teman oleh Bruno.

Namun ada sesuatu yang menarik perhatian Bruno. Dari jendela rumah barunya itu, Bruno bisa melihat di kejauhan ada pagar tinggi berduri yang di dalamnya ada banyak pondok2 kecil. Karena Bruno berjiwa penjelajah dan merasa penasaran, suatu hari dia keluar dari rumahnya dan mencari tahu ttg pagar berduri tsb. Ketika dia sampai pada pagar tsb, dia menemukan seorang anak kecil yang yang memakai piama bergaris-garis. Sedang duduk di dalam pagar itu. Bruno berkenalan dgn anak bernama Shmuel itu dan sejak itu pun Bruno bersahabat dengan dia.

Saya merasa gemas dengan kepolosan pemikiran dan sikap Bruno yang terdapat di sepanjang buku ini. Cerita dalam buku berjalan maju-mundur dan tidak akan membuat kita bosan dengan narasi panjang, karena memang buku ini tidak tebal. Terjemahannya pun enak dibaca dan tidak akan membuat kita merasa aneh dengan rangkaian katanya. The Boy didukung dengan cerita yang kuat dan porsi setiap karakter juga tepat dan berimbang, namun tetap berpusat pada karakter Bruno. Bagi orang yang nenyukai akhir yang bahagia, mungkin akan mengumpat dalam hati jika mengetahui akhir dari cerita buku ini. Akhir ceruta buku ini sukses membuat saya merasa miris walupun tidak sampai sedih.

Yang lebih menyenangkan lagi, setelah saya liat2 di google ternyata buku ini sudah difilmkan dan sudah beredar di bebrapa negara. Sungguh menyenangkan. Penasaran filmnya kayak apa. kayanya ga bakalan msk bioskop Indonesia film kaya begini, jadi ntar cari aja DVD bajakannya.



Oh, iya. Judul dari posting ini adalah cara Bruno mengucapkan Auschwitz dan the Fury adalah cara Bruno mengucapkan der Fuhrer. Jadi tau kan latar belakang ceritanya tentang apa?

25 September 2008

Harus menunggu lebih lama

Setelah sekian lama, setelah banyak berkutat dengan urusan kuliah, setelah kena teguran dosen karena nilai kuis jelek, setelah sempat sakit ringan flu batuk2 pilek, setelah komputer baru dibenerin, akhirnya ketemu juga waktu buat nulis postingan.

Kali ini saya ingin menumpahkan kekesalan saya.

Tadi pagi saya liat di Kompas berita tentang busway. Judulnya "Koridor VIII-X Tertunda". Langsung saja kecewa melanda hati. Saya bertanya2 ngapain aja sih nih pemprov DKI? Alasannya juga menyesakan hati, yaitu bisnya blom ada, masih nunggu proses lelang selama 2 bulan. Alasan macam apa itu? Emangnya dari dulu waktu pertama ngerencanain buat bangun busway baru, pengadaan bisnya ga dikira2 dulu apa? Terus, katanya koridor itu baru mau dioperasiin akhir tahun depan. Padahal, penundaan pengoperasiannya udah sampe 3 kali. Di beberapa tempat juga separator buswaynya udah banyak yang somplak. Halte buswaynya juga pada kasian nganggur, tar lama2 malah jadi sarang nyamuk, sarang dedemit, ato tempat tidur gembel.

Ruwet deh kalo gini.

Sebenarnya alasan kekesalan ini karena saya harus menunggu lebih lama lagi untuk menikmati busway yang lewat dekat rumah saya. Dengan busway ini saya bisa ke tempat2 favorit saya hanya dengan bayar 3500 perak. Daripada naek motor mlulu ato gonta ganti bis kota, ya jelas pilian ini yang paling bersahabat dgn kocek saya.

Udah ah gitu aja

11 September 2008

Nothing is what it seems


Entah mengapa akhir2 ini saya lg suka sekali dgn film American Beauty. Setelah pemutar DVD saya berkali2 "menelan" lalu "memuntahkan" DVD Juno bulan lalu, sekarang ini saya sedang terbayang2 oleh seluruh rangkaian adegan di American Beauty yang sungguh "spec...ta..cular".

Saya membeli DVD American Beauty di tempat biasa, Glodok(tentunya bajakan). Sebenarnya saya sudah pernah nonton film ini di VCD dan waktu ke Glodok tidak berniat utk beli film ini. Tapi DVD itu teronggok begitu saja di antara deretan DVD dan meminta utk saya ambil. Setelah memutuskan membeli DVDnya, tidak ada rasa menyesal sedikitpun. Bahkan saya sudah mengulang nonton film ini bebrapa kali.

Film ini merupakan sebuah sarkasme dari apa yang disebut sebagai 'American dream'. Jika selama ini kita melihat keluarga2 ideal di Amerika adalah yang tinggal di perumahan pinggiran kota (suburban), memiliki pekerjaan tetap di kantor atau sebagai profesional, makan malam bersama keluarga, bernyanyi dlm mobil dsb. maka anda dianjurkan sekali untuk melihat ironi2 yang ada di film ini. Film ini memperlihatkan betapa rapuhnya hubungan antar sesama anggota keluarga, tdk seperti yang terlihat di depan rumah mereka setiap pagi yang terlihat seperti seakan2 semuanya berjalan baik2 saja.

Lihatlah apa yang dikatakan oleh karakter Lester Burnham pd tetangganya ketika ia ditanya mengapa ia tidak peduli ketika tahu istrinya sedang selingkuh:

"Our marriage is just for show. A commercial for how normal we are when we're anything but"

Sinting.

Lalu coba lihat apa yang dikatakan oleh Jane Burnham (anak Lester Burnham) ketika berduaan sambil bermain handycam di kamar Ricky Fitts tetangganya, yang jg menjadi adegan pembuka film ini:


"I need a father who's a role model, not some horny geek-boy who's gonna spray his shorts whenever I bring a girlfriend home from school. What a lame-o. Someone really should just put him out of his misery."


Sungguh penulisan skenario yang dahsyat dari Alan Ball yang memang pantas diganjar dgn penghargaan Oscar. Akting Kevin Spacey sebagai Lester Burnham sungguh sempurna. Dari gestur tubuhnya sampai ekspresi wajahnya (apalagi pada adegan cheerleader di gor basket) adalah sebuah mahakarya seni peran tanpa cela. Musik pengiring film ini juga membuat kita ikut merasa berfantasi bersama Lester Burnham, tanpa iringan orkestrasi megah, tapi cukup hanya dengan bebunyian2 aneh.

Bagian akhir film ini adalah yang membuat saya terpesona. Dengan suasana yang cenderung temaram, hujan, diiringi musik yang sungguh mewakili keadaan absurd itu, kita disajikan kejutan yang membuat kita akan berpikir ulang untuk menilai orang dari sikap yang tampak di luar dan pembicaraannya saja. Dan semua itu terakumulasi dengan sebuah akhir yang tragis yang membuat saya sedikit berkaca2 melihatnya.

Lalu apa yang dikatakan Lester Burnham dalam sebuah narasi setelah semuanya berakhir?

"I guess I could be pretty pissed off about what happened to me... but it's hard to stay mad, when there's so much beauty in the world."

Akhir kata dari saya untuk film ini adalah:

"Spec...ta...cular"

08 September 2008

Kritik kecil

Kali ini saya cuma mau beri kritik kecil buat teman2 saya kuliah

Tadi pagi saya kuliah manajemen pemasaran, sesuai dengan peraturan setiap minggu satu kelompok maju menerangkan bab yang sudah dibagi2 di pertemuan pertama. Kemudian presentasi berjalan seperti biasa. setiap anggota dlm kelompok bergantian memberikan penjelasan

Yang saya mau kritik yaitu pengucapan bahasa dari penyampaian penjelasan tadi. Mereka melafalkan kata produk dengan 'prodak'. Kata produk, yang jika diucapkan dalam bhs Indonesia yang baik adalah 'produk', adalah kata serapan dari bahasa inggris yaitu product yang cara melafalkannya adalah 'prodak'. Tetapi dari slide presentasi mereka, yang di beberapa bagian menggunakan istilah bhs inggris, bisa terlihat dengan jelas mereka menuliskan produk, bukan product, yang berarti mereka menggunakan bhs Indonesia. Tetapi mengapa saat memberi penjelasan mereka mengucapkannya dengan cara 'prodak', yang mana adalah cara pengucapan dari kata aslinya dlm bhs inggris, yaitu 'product'?

Yang tambah mengherankan lagi adalah mereka mengucapkan kata produksi dengan 'produksi', bukan 'prodaksi', dan kata produsen dengan 'produsen', bukan 'prodasen'. Jadi bisa dlihat di sini ada inkonsistensi dalam berbahasa.

Tapi memang begitulah cara kita berbahasa akhir2 ini. Campur aduk bhs indonesia dgn bhs inggris udah jamak di masyarakat, jd yg dipakai itu bukan bhs Indonesia tapi Indonenglish. Saya lebih menghormati orang yang berbicara bhs inggris sepenuhnya daripada yang setengah2 seperti itu.

Saya pernah melihat sebuah buku yang diresensi di sebuah koran yang penulisnya juga salah satu dosen di kampus saya, judulnya adalah Marketing Politik. Tanpa merendahkan isi dari buku tsb, bagi saya judul ini menggelikan. Knapa tdk diberi judul Pemasaran Politik atau Political Marketing? Klo begitu kan lebih enak. Jadinya ada konsistensi berbahasa. Dan seingat saya di presentasi teman2 saya dlm kuliah pagi tadi tdk pernah sekalipun terdengar mereka menggunakan kata pemasaran. Mereka lebih memilih menggunakan kata marketing utk menyebutkan pemasaran.

Yah segitu aja deh kayanya. Saya tdk bermaksud memojokkan satu pihak tertentu. Saya cuma memberi pandangan saya dalam masalah berbahasa ini. Dan semoga ketika kelompok saya mendapat giliran presentasi, penggunaan bahasa saya bisa dipertanggungjawabkan. Begitu juga saya berharap pada teman sekelompok saya.

06 September 2008

Ga solat jumat, pas pulang liat orang ketabrakan

Sebenarnya saya mencoba setelah sahur hari ini dan setelah tadi saya baru saja meresmikan blog saya. Tapi mata ga mau menutup. ga bisa tidur. Yaudah nulis lagi aja buat postingan baru.

Kemarin saya berangkat kuliah jam 10.30. Setelah perjalanan jauh dengan mikrolet M11 dan bis patas AC 143 yang dihadang beberapa kali lampu merah yang bikin macet telah sampai di depok, jam sudah menunjukkan jam 12.15. Saya pun segera buru2 ke mesjid ui buat solat jumat. sampai mesjid solat udah mulai. Wah bahaya nih. Saya lngsung lari ke tempat wudu. selesai wudu ternyata solat jumatnya udah selesai. Saya pun melewatkan solat jumat pertama di bulan puasa ini dengan sukses. Akhirnya saya hanya menggantinya dengan solat zuhur abis itu tidur2an di mesjid sambil dengerin radio dari hp.

Dari mesjid, saya bertolak ke kampus buat kuliah pertama matkul PMS (Pengantar Manajemen sains). Ini dia kelas pertama saya yang pake bhs inggris buat bahasa pengantarnya (sebenernya sih ketiga setelah MPK Bhs Inggris sama Academic Listening, tapi kalo itu emang kuliah berkenaan sama bhs inggris). Dosennya agak telat masuk kelas dan ternyata masih muda. Namanya bu Paulyn. Dia ngeharusin satu kelas harus punya buku semua masing2. Entah mengapa dosen2 yang saya pilih semester ini rata2 perempuan, hanya satu yang laki2. Dan juga, dosen2 perempuan itu rata2 terlihat masih muda, perempuan umur 30-an gitu.

Dalam perjalanan pulang dari kampus, bis patas 54 saya mengalami insiden. Bisnya nabrak orang di gatot subroto, deket gedung bank mandiri menjelang komdak. Penumpang satu bis heboh dan buru2 pada keluar setelah saya keluar dari saya kira saya akan melihat darah berceceran ataupun bagian tubuh yang terpisah, tapi ternyata ga ada tuh. Si korban cuma teriak2 kesakitan dan dilihatin orang2 dari dan ga ada yang bawa dia ke rumah sakit atau diapain kek. Cuma rame dikerubungin. Sebenernya saya dirugiin juga dari kejadian ini. Saya kan udah bayar ongkos tapi ga sampe tempat tujuan. Terpaksa deh harus keluar ongkos lagi. Saya doain si mas yang ketabrakan td udah sembuh dan dapat perawatan layak

Yaudah deh, segitu aja sampai berjumpa pula. Mau coba tidur lagi nih

Sebuah Introduksi

Selamat datang di blog saya yang masih sangat segar ini. Saya akan menggunakan blog ini hanya untuk mencurahkan segala keluh kesah, sedu sedan, pengalaman, dan bermacam2 yang akan terjadi di hidup saya. Mudah2an rajin mengisinya dengan tulisan2 handal dan semoga ada yang menanggapi tulisan saya